Menyimak Sisi Positif Kasus Syekh Puji

>> 01 November 2008

Nama Syekh Puji saat ini sedang menjadi buah bibir orang banyak. Tindakannya menikahi seorang wanita berumur 12 tahun yang bernama Lutviana Ulfa melejitkan popularitasnya. Setiap pagi, di acara berita pagi di berbagai stasiun televisi selalu saja muncul sosoknya yang nyentrik.



Kasus Syekh Puji kali ini benar-benar jarang terjadi dan mungkin yang pertama kali di Indonesia. Syekh Puji layak mendapat penghargaan dari museum rekor Indonesia. Melihat situasi ini, berbagai pihak mulai bereaksi. Mulai dari Komnasham, Lembaga Keagamaan sampai ke Kek Seto yang mewakili Komisi Perlindungan Anak. Reaksi kesemuanya berbeda. Namun tetap satu tujuan yakni tidak setuju dengan apa yang dilakukan Syekh Puji. Jika ada suatu kasus, pastilah akan muncul dua belah kubu yang berbeda yakni kubu yang pro dan yang kontra.



Kubu yang kontra begitu mendominasi di layar kaca. Banyak alasan berhamburan dari kubu ini. Dari hamburan alasan itu kesimpulannya kurang lebih seperti ini: terganggunya mental Ulfa (yang dinikahi Syekh Puji) kemudian pernikahan Syekh Puji itu melanggar aturan pernikahan yang berlaku di Indonesia.



Kita sampingkan terlebih dahulu tanggapan-tanggapan negatif itu. Tidak ada salahnya kita coba melihat kejadian ini dari sisi positifnya. Memandang sisi positif itu bukan berarti memihak jadi untuk Syekh Puji jangan ge-er terlebih dahulu. Mari kita mulai pembahasan ini.





Lutviana Ulfa sudah berumur 12 tahun. Secara teori dia sudah masuk masa akil balig. Pada usia itu Ulfa sudah mulai mengenal yang baik dan yang buruk untuk dirinya dan orang tuanya. Mungkin saat ini Ulfa mengalami tekanan batin yang dalam. Tetapi dia tetap diam, karena dia memiliki sebuah alasan agar dia tetap melanjutkan jalan yang telah dia pilih. She was fine... Don’t think negatively with that...



Sebenarnya ada hal penting lain yang tidak terpikirkan dibalik kasus Syekh Puji ini. Yakni beruntungnya Ulfa bisa menikah pada usia itu. Kenapa? Dengan pernikahan yang sah secara agama itu Ulfa terhindar dari zinah yang lagi digandrungi kaum muda saat ini. Dia tidak akan mengalami tindakan-tindakan HARAM dari laki-laki yang tidak halal baginya. Bahkan Ulfa bisa menjadi lebih mulia daripada wanita lain yang lebih tua darinya yang sering dipegang-pegang tangannya, dipeluk tubuhnya, dicium bibirnya, bahkan dirusak kehormatannya oleh laki-laki yang dianggap sebagai pacar (bukan suami) yang jelas-jelas HARAM baginya. Kok aktivitas-aktivitas yang jelas-jelas haram tidak pernah dibahas secara serius? Kemana Komnasham, Lembaga Agama, ataupun Kek Seto ketika itu sedang "tren"? Apakah karena aktivitas-aktivitas itu sudah biasa? Sedangkan penikahan yang halal secara agama malah dibahas habis-habisan. Apakah karena itu tidak biasa? Aneh. Ternyata di Indonesia, baik dan buruk itu tidak berlaku. Yang berlaku adalah biasa dan tidak biasa.



Daripada menyalah-menyalahkan tindakan Syekh Puji, kenapa tidak kita sedikit perbaharui saja syarat menikahnya. Menikah di Indonesia itu ribet dan mahal. Melihat dua hal ini, pantas saja orang lebih suka mengambil jalan zinah daripada menikah. Dosa lho kalau menyusahkan jalan orang yang mau menikah. Hehehe... Dan itu PR untuk para pejabat yang terkait.



Asal niat Syekh Puji menikahi Ulfa itu baik, kita permudah jalannya. Toh istrinya juga mengijinkan. Kalaupun ada niat jahat, biarlah itu menjadi urusannya dengan Allah SWT Yang Maha Tahu. Nikah itu suatu ibadah yang mulia. Hanya orang yang berhati mulia yang akan memberikan jalan kemudahan untuk orang lain yang akan melaksanakan ibadah mulia itu.



  © getz by Ourblogtemplates.com 2008

kembali ke ATAS